Monday, December 5, 2005

Islam Menindas Wanita

Tebak?

- Quran dan hukum Islam memperlakukan wanita tidak lebih hanya sekedar barang milik laki-laki

- Quran menyarankan memukul istri

- Islam juga membolehkan pernikahan anak-anak, mengungkung wanita dalam rumah, “pernikahan sementara” (yakni prostitusi terselubung – tapi hanya bagi kaum Shia), dan banyak lagi.

Pada tanggal 18 Maret 2005, seorang wanita muslim bernama Amina Wadud memimpin ibadah sholat di kota New York. Karena dia wanita, tiga mesjid menolak menjadi tuan rumah, jadi acara itu diadakan di sebuah gallery seni, tapi gallery itu menarik undangannya karena menerima ancaman bom. Akhirnya, diadakan di dalam gereja Episkopal. Seorang pemrotes muslim diluar tempat itu mengomel, “Orang2 ini tidak mewakili islam. Jika ini sebuah negara islam, wanita ini akan digantung, dia harus dibunuh, dia harus dipotong2.” [1]. Tak perlu diragukan lagi pasti hal itu benar; Namun Wadud berkeras bilang bahwa perlakuan seperti itu secara fundamental sangat tidak islami; dalam Quran, tegas dia, laki-laki dan wanita itu sederajat. Hanya dengan menyimpangkan Quranlah laki-laki muslim jadi menganggap wanita hanya baik untuk seks dan memelihara rumah [2].

Mitos PC: Islam menghargai dan menghormati wanita

Hal ini secara luas diterima, hampir menjadi suatu hal yang aksiomatis (hal yang sudah jelas kebenarannya) , bahwa islam menganiaya wanita itu hanya berupa budaya dan bukan berasal dari Quran – dan bahwa Islam sesungguhnya menawarkan pada wanita hidup yang lebih baik dari yang dapat mereka nikmati di dunia barat. Persatuan wanita muslim yang berbasis di LA mengklaim bahwa “semangat kesetaraan, tanggung jawab dan keadaan pertanggungjawaban baik bagi lelaki maupun bagi wanita menjadi tema yang berkembang dengan baik dalam Quran. Semangat kesetaraan antara lelaki dan wanita dimata Tuhan tidak dibatasi hanya pada isu2 religius dan spiritual, tapi berdasarkan pada kesamaan dalam semua aspek duniawi dari usaha2 manusia.” [3]

Pendukung wanita muslim lain, Orang mesir Dr. Nawal el-Saadawi, yang mendapat kesulitan hukum dengan pemerintah Mesir karena para Ulama mesir menganggap pendapatnya tidak Islami, mengatakan: “Agama islam kita telah memberikan pada wanita hak2 yang lebih daripada agama2 lain punya, dan telah menjamin kehormatan dan harga dirinya.” [4]

Dalam hal yang sama, Tulisan dalam Christian Science Monitor bulan Desember 2004 mengatakan beberapa wanita Latin Amerika masuk Islam [5]. Satu dari mereka, Jasmine Pinet, menjelaskan bahwa dia “menemukan kehormatan lebih besar sebagai seorang wanita dengan masuk islam.” Pinet memuji laki2 muslim karena rasa hormat mereka terhadap wanita: “Mereka tidak akan berkata, `Hey Mami, how are you?’ Biasanya mereka berkata, `Hello, sister.’ Dan mereka tidak akan melihatmu sebagai objek seksual.” Monitor melaporkan bahwa ada empat puluh ribu mulim Latin Amerika di USA saat ini, dan bahwa “banyak orang2 Latin yang memeluk islam bilang kepercayaan bahwa wanita diperlakukan lebih baik dalam islam merupakan faktor penting dalam perpindahan agama mereka.”

Bagi para pembaca yang mungkin terkejut – karena adanya kerudung, poligami, larangan menyetir di Arab Saudi, dan larangan islam lain bagi wanita yang telah diketahui dengan baik di dunia Barat. – the Monitor mengutip Leila Ahmed seorang profesor studi perempuan dan agama di Harvard: “sangat mengherankan saya, jika melihat apa yang orang pikir mengenai Afghanistan dan Taliban telah tunjukkan dalam hal wanita dan islam.” Ahmed berkata bahwa “kami masih ada pada tahap awal dalam pemikiran kembali Islam secara besar2an yang akan membuka islam bagi wanita. Para ulama menelaah kembali teks2 inti dari Islam – mulai dari Quran sampai ke teks2 hukum – dalam segala cara yang memungkinkan. “

Tapi bukankah Taliban benar2 bersumber dari Islam yang melakukan diskriminasi terhadap wanita? Bisakah “penelaahan kembali” Quran dan teks2 hukum lainnya bisa menolong “membuka Islam bagi wanita”? Ini adalah teks2 yang harus `ditelaah kembali’ :

- Wanita kurang cerdas dibanding laki2, dan harus diperintah oleh laki2: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).” [4.34]

- Quran menyamakan wanita dengan ladang, untuk digunakan oleh lelaki sesuka dia: “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki” [2.223]

- Quran menyebutkan bahwa kesaksian wanita berharga setengah dari kesaksian seorang lelaki: Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. ” [2.282]

- Quran mengijinkan lelaki menikahi sampai empat wanita, dan boleh melakukan seks dengan budak wanita juga: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya) , maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. [4.3]

- Quran mengatur bahwa harta warisan bagi seorang anak lelaki harus dua kali lebih banyak dari anak perempuan: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan [4.11]

- Quran mengatakan pada suami untuk memukul istri yang tidak taat: Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. [4.34]

Seperti saat ini: Kaum perempuan mati bagi kerudung/burqa

Sebuah contoh yang jelas akan penindasan adalah aturan berpakaian islam bagi wanita yang muncul pada bulan Mart 2002 di Mekah, ketika 15 wanita terbunuh dalam kebakaran sekolah mereka. Polisi religius Arab Saudi, Muttawa, tidak membolehkan para wanita keluar gedung. Karena itu sekolah wanita, maka ketika itu mereka tidak memakai burqa. Para Muttawa lebih suka wanita2 itu mati terbakar daripada melanggar hukum islam (keluar tanpa burqa) – sampai2 mereka menghalangi para polisi dan pemadam kebakaran yang mencoba membongkar pintu2 sekolah

Aisha, salah satu istri Muhammad, yang paling disayang, menegur para wanita dengan ucapan yang penuh keraguan: “O Para wanita, jika kalian tahu hak2 yang suami kalian punya atas diri kalian, kalian semua akan mau membersihkan debu2 dari kaki suami dengan wajah kalian.” [6]

Para muslim secara individu mungkin menghargai dan menghormat para wanita, tapi islam tidak.

Penyangkalan Islam yang terbesar

Quran mengatur bagaimana wanita harus “menundukkan tatapan mereka, menjaga kemaluan dan menjaga kesopanan; bahwa mereka jangan menunjukkan kecantikan dan perhiasan2 kecuali apa yang sudah sewajarnya; bahwa mereka harus memakai kerudung hingga kedada mereka dan tidak menunjukkan kecantikan mereka kecuali pada suami mereka, ayah mereka, dan lain lain” (Q 24.31).

Muhammad lebih spesifik lagi ketika Asma, anak perempuan salah seorang sahabatnya (dan penerus tahtanya yang pertama) Abu Bakr, menemuinya sambil memakai “pakaian tipis”. “O Asma,” seru nabi, “ketika seorang perempuan mencapai umur menstruasi, tidak pantas baginya mempertontonkan bagian2 tubuhnya kecuali ini dan ini, dan dia menunjuk wajah serta tangan” [17].

Dijaman sekarang, penutupan ini menjadi tanda yang terutama akan tempat wanita dalam islam.

Pernikahan anak

Quran membolehkan pernikahan anak-anak dalam petunjuk2nya mengenai perceraian. Mendiskusikan perioda menunggu yang diperlukan utk menentukan apa wanita tsb hamil atau tidak, katanya: “jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang belum haid.” (Q 65.4). dengan kata lain, Allah disini memisalkan sebuah skenario yang mana wanita yang belum puber itu bukan saja sudah menikah tapi malah sedang dalam proses perceraian.

Sama seperti sekarang: Pernikahan anak di dunia Islam

Hal ini menyentuh jutaan wanita dan perempuan dalam masyarakat2 dimana Quran dianggap sebagai kebenaran mutlak dan Muhammad adalah contoh bagi seluruh umat manusia. Lebih dari setengah anak2 perempuan yang masih kecil di Afghanistan dan Bangladesh dinikahkan [9]. Ayatollah Khomeini berkata pada para muslim yang taat bahwa menikahi seorang perempuan sebelum dia mendapat menstruasi adalah “sebuah berkah Illahi.” Dia menasihati para ayah: “Lakukan yang terbaik utk memastikan bahwa anak2 perempuanmu tidak mendapat menstruasi dirumahmu, tapi dirumah suaminya” [11].

Anak perempuan orang Iran dapat menikah ketika mereka berumur paling muda 9 tahun dengan ijin orang tuanya, atau 13 tahun tanpa ijin [12]. Bersamaan dengan pernikahan anak, muncul kekerasan rumah tangga: “Di Mesir 29 persen pernikahan berujung pada pemukulan oleh suami2 mereka; dari sebanyak itu, 41 persen dipukul ketika hamil. Sebuah studi di Jordan mengindikasikan bahwa 26 persen kasus kekerasan yang dilaporkan dilakukan terhadap istri2 berumur dibawah 18 tahun” [8].

Satu alasan kenapa ayat demikian bisa `diturunkan’ pada Muhammad adalah bahwa karena Muhammad sendiri punya istri yang masih kanak2: Sang nabi `menikahi’ Aisha ketika dia masih berumur 6 tahun dan ia menidurinya ketika Aisha berumur 9 tahun [18]. Pernikahan anak2 biasa terjadi di Arab abad ke-7 – dan disini lagi2 Quran mengambil sebuah kebiasaan yang seharusnya ditinggalkan dari dulu dan malah menyetujuinya dalam sebuah wahyu ilahi.

Pemukulan terhadap Istri

Muhammad pernah diberitahu bahwa “para wanita menjadi berani terhadap suami2 mereka,” sehingga dia “memberi ijin utk memukul mereka.” Ketika para wanita ada yang mengeluh, Muhammad melihat: “banyak wanita mengeluh pada keluarga2 Muhammad mengenai suami2 mereka. Mereka bukanlah yang terbaik diantara kamu” [14]. Dia tidak senang pada wanita yang mengeluh, bukan pada para suami yang memukul mereka. Disaat lain dia menambahkan: “Seorang laki-laki tidak akan ditanya kenapa dia memukul istrinya” [15].

Sama seperti saat ini: Pemukulan Istri

Institut Medical Sains di Pakistan menetapkan bahwa lebih dari 90 persen istri2 Pakistan pernah ditampar, dipukul atau dianiaya secara seksual – hanya karena menyajikan makanan yang tidak memuaskan. Yang lainnya dihukum karena gagal memberi anak lelaki.

Hadits lain mengisahkan bahwa satu waktu seorang wanita menemui Muhammad utk minta keadilan. “Aishah berkata seorang perempuan (datang), memakai kerudung hijau (dan mengeluh padanya (aishah) akan suaminya dan menunjukkan tanda hijau pada kulitnya karena bekas pukulan). Adalah kebiasaan para wanita utk saling membantu, jadi ketika Rasul Allah datang, Aishah berkata, “Belum pernah kulihat ada wanita menderita seperti para wanita muslim. Lihat! Kulitnya lebih hijau dari bajunya!” 16].

“Belum pernah kulihat ada wanita menderita seperti para wanita muslim?” Aisha kelihatannya tidak punya bayangan tentang hal itu sama sekali, lewat perkataan Nawal El Saadawi, “Agama islam kita telah memberi wanita hak2 yang lebih daripada agama2 lain berikan.” Tapi Muhammad tidak tergerak oleh perkataan Aisha mengenai memar2 si wanita: Ketika suaminya muncul, Muhammad, tidak menegurnya karena memukul istri – malah, dia tidak menyebut itu sama sekali. Untuk apa dia menegur, bukankah Allah telah menurunkan padanya bahwa seorang lelaki harus memperlakukan istri yang tidak patuh dengan cara ini?

Muhammad bahkan memukul Aisha juga. Satu malam, dia pikir Aisha sudah tidur, Muhammad keluar. Aisha diam2 mengikutinya. Ketika ketahuan, Muhammad memukulnya: “Dia memukulku didada hingga sakit, dan katanya: Apa kau pikir Allah dan Rasulnya akan memperlakukanmu dengan tidak adil?” [18].

Sebuah tawaran yang tidak dapat mereka Tolak

Muhammad menegaskan bahwa wanita adalah harta milik suami2 mereka: “Rasul Allah berkata, `Jika seorang suami memanggil istri ke ranjang (utk berhubungan seks) dan dia menolak hingga menyebabkan suaminya tidur dalam kemarahan, para malaikat akan mengutuki si istri sampai pagi hari.” [19]. Hal ini telah menjadi sebuah diabadikan dalam hukum islamik: “Suami hanya wajib menafkahi istrinya jika istrinya memberikan dirinya atau menawarkan, dalam arti sang istri mengijinkan suaminya menikmati sepenuhnya tubuh dia dan tidak menolak untuk berhubungan seks kapan saja, siang atau malam” [20].

Jangan keluar sendirian

Hukum islam menetapkan bahwa “suami boleh melarang istrinya meninggalkan rumah” [21] dan bahwa “seorang wanita tidak boleh keluar kota tanpa suaminya atau anggota dari kerabatnya yang belum menikah harus menemaninya, kecuali perjalanan itu harus dilakukan, seperti pergi Haji. Adalah tidak syah bagi dia untuk bepergian, dan tidak sah bagi suami untuk mengijinkannya. ” [22].

Menurut Amnesti Internasional, di Arab Saudi “wanita.. yang berjalan tidak ditemani, atau ditemani seorang lelaki yang bukan saudara atau suami, berisiko ditangkap dengan tuduhan prostitusi atau penghinaan moral.” [23].

Suami-suami sementara

Tidak ada yang lebih mudah daripada bercerai bagi lelaki muslim: yang perlu dia lakukan adalah mengucapkan, “Aku cerai kamu,” pada istrinya, dan cerai telah berlaku. Kekerasan seperti ini dihasilkan dari ayat Quran: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik” (Q 4.128). Tapi mengadakan perdamaian ini bukanlah mengadakan pertemuan sebagai pihak2 yang sederajat – setidaknya itu yang ditafsirkan dalam hadits. Aisha menjelaskan tentang ayat ini: “Ini menyangkut seorang wanita yang tidak diinginkan suaminya lagi, tapi si suami ingin menceraikannya dan menikahi wanita lain, jadi sang istri mengatakan pada sang suami: “Pertahankan saya dan jangan menceraikan saya, nikahilah wanita lain, dan kamu boleh tidak memakai saya dan juga meniduri saya.” [24].

Sementara itu, kemungkinan seorang lelaki mencerai istri ketika dalam keadaan marah dan lalu ingin kembali lagi padanya menimbulkan poin aneh lain dalam hukum islam: Jika seorang wanita muslim dicerai tiga kali oleh suami yang sama, dia harus menikah dan cerai dengan orang lain dahulu sebelum kembali pada suami tsb: “Jika seorang lelaki bebas mengucapkan cerai tiga kali, tidak hak baginya menikahi kembali istri cerainya tsb sebeul dia menikahi suami lain dalam sebuah pernikahan yang sah dan suami baru ini menceraikannya” [25].

Muhammad berkeras dalam hal ini. Satu kali seorang wanita menemuinya minta tolong. Suaminya telah menceraikannya dan dia telah menikah kembali. Tapi, suami keduanya ini impoten, dan dia ingin menikah kembali dengan suami pertama. Nabi tidak mau mengalah, berkata bahwa dia tidak dapat menikah kembali dengan suami pertamanya “kecuali kau melakukan hubungan seks yang lengkap dengan suamimu yang sekarang dan dia menikmati hubungan seks yang lengkap denganmu” [26].

Ini menimbulkan fenomena “suami sementara.” Jika seorang suami menceraikan istrinya dalam sebuah pertengkaran, seorang lelaki akan `menikahi’ janda itu utk semalam agar membuat dia boleh kembali pada suami dan keluarganya.

Surat Izin kenabian

Ketika Muhammad sudah punya sembilan istri dan beberapa selir, Allah memberinya ijin istimewa utk mempunyai sebanyak mungkin wanita yang diinginkannya: “Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.” [Q 33.50]. Wahyu yang enak sekali seperti ini banyak terdapat dalam Quran – Allah bahkan memerintahkan Muahmmad untuk menikahi istri dari anak angkatnya (33:37).

Sama seperti saat ini: Taruh buku itu

Garis keras islam di Pakistan begitu menentang pendidikan bagi wanita hingga, dalam sebuah kerusuhan selama lima hari dibulan February 2004, mereka membakar delapan sekolah untuk wanita” [27].

Hasrat birahi Muhammad menghasilkan buah yang pahit. Dua ayat Quran ini menjadi dua buah elemen dari anggapan bahwa wanita tidak berhak mendapat kesetaraan martabat dengan laki-laki sebagai manusia, tapi lebih sebagai objek utk dihadiahkan pada lelaki dan dipakai oleh merkea. Poligami, tentu saja, adalah dasar dari anggapan ini, dan hal ini bergerak kearah barat dalam Islam. Diakhir 2004, Poligami telah menjadi biasa dikalangan muslim Inggris hingga pemerintah Inggris membuat pajak khusus untuk itu. [28]

Istri sementara

Islam Shia, bentuk dominan dari Islam di Iran, juga membolehkan “istri sementara”. Ini ketentuan bagi lelaki utk ditemani wanita dalam waktu yang pendek. Dalam pernikahan sementara, atau Mut’a, pasangan tsb menanda tangani perjanjian pernikahan yang sama dalam segala hal kecuali adanya batas waktu. Satu tradisi dari Muhammad menetapkan bawha sebuah pernikahan sementara “harus berakhir utk tiga malam, dan jika mereka mau melanjutkan, boleh, dan jika mereka mau berpisah, juga boleh” [29]. Tapi banyak pernikahan demikian, tidak berakhir selama tiga malam.

Pihak berwenang untuk praktek ini bersandarkan pada banyak tafsiran kaum Shia mengenai ayat 4:24 dari Quran, juga dari Hadits: “Diceritakan oleh Jabir bin Abdullah dan Salama bin AL-Akwa: ketika kami dalam sebuah pasukan, Rasul Allah mendatangi kami dan berkata, `Kalian diijinkan melakukan perkawinan Mut’a, jadi lakukanlah.” [30]. Muslim Sunni, yang terdiri dari 85% muslim didunia, mengklaim bahwa Muhammad belakangan mencabut ketentuan tsb – tapi kaum Shia tidak setuju. Dalam banyak hal, para istri sementara cenderung berkumpul dikota2 suci kaum Shia, dimana mereka bisa menawarkan `persahabatan’ bagi para lelaki yang kesepian.

Perkosaan: diperlukan empat saksi mata

yang paling mengancam bagi semua wanita mungkin adalah pengertian muslim tentang perkosaan, seperti yang dihubungkan dalam batasan islam mengenai keabsahan kesaksian seorang wanita. (Q 2:282).

Muhammad vs. Yesus

Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?” Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan- Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang. (Yoh 8:3-11)

“Datang padanya (nabi suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata: Rasul, aku telah melakukan zinah, sucikanlah aku. Dia (nabi suci) menyuruhnya pulang. Dihari berikutnya dia berkata: Rasul, kenapa kau menyuruhku pulang? .. Demi Allah, aku telah hamil. Dia berkata: Well, jika kau berkeras, pergilah sampai kau melahirkan anak. Ketika dia telah melahirkan dia datang dengan anak itu dan berkata: Inilah anak yang telah kulahirkan. Katanya: Pergi dan susui dia sampai tersapih (berhenti menyusu karena sudah besar). Ketika dia sudah menyapih anaknya dari menyusu, dia menemui sang nabi.. Katanya: Rasul, inilah dia, aku telah menyapihnya dan sekarang dia makan makanan. Dia (nabi suci) menyerahkan anak itu pada seorang muslim dan lalu mengumumkan hukuman. Dan wanita itu ditempatkan pada lubang setinggi dadanya dan dia memerintahkan orang2 utk menimpukinya. Khalid bin Walid maju dengan batu yang dia lemparkan kekepala wanita itu dan darah wanita itu memercik pada kepala Khalid membuat khalid memakinya. Rasul mendengar kutukan Khalid. Akibatnya dia (nabi suci) berkata: “Khalid, berhati-hatilah. OlehNya yang mana ditanganNya dipegang nyawaku, dia (wanita) itu telah melakukan pertobatan yang sedemikian sehingga bahkan jika penagih pajak yang salahpun tobat, dia akan diampuninya. ” Lalu diperintahkannya utk berdoa bagi wanita itu dan lalu dikuburkan.” [33]

Para teoritis hukum Islam telah membatasi keabsahan kesaksian seorang wanita bahkan membatasi lebih jauh lagi sehingga hanya berlaku bagi, seperti diterangkan dalam petunjuk hukum muslim, “kasus2 yang melibatkan kepemilikan, atau transaksi yang berhubungan dengan kepemilikan seperti penjualan.” [31]. Selain itu hanya lelaki yang bisa bersaksi. Dan dalam kasus2 penyimpangan seksual, empat saksi laki-laki diperlukan. Para saksi ini harus mampu melakukan lebih dari hanya berkata bahwa sebuah perbuatan zina atau perkosaan telah terjadi, tapi mereka harus melihat kejadian itu secara langsung. Ketetapan yang aneh dan merusak ini menjadi sumber dari kejadian2 didalam kehidupan Muhammad, ketika istrinya Aisha, dituduh tidak setia. Tuduhan ini khususnya telah membuat Muhammad stress, karena Aisha adalah istri favoritnya. Tapi dalam kasus ini, seperti juga kasus2 lainya, Allah buru2 membantu nabi sucinya: Dia menurunkan ketidak bersalahan Aisha dan mengadakan ketetapan mengenai empat orang saksi bagi dosa2 seksual: “Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.” (Q 24.13) [32].

Akibatnya, hampir tidak mungkin utk membuktikan perkosaan ditanah2 yang memakai Hukum Syariat. Para lelaki bisa melakukan perkosaan tanpa mendapatkan hukuman: selama mereka menyangkal tuduhan dan tidak ada saksi2, mereka bisa lepas dengan mudah, karena kesaksian korban tidak dapat diterima.

Sebuah buku yang tidak seharusnya anda baca

Voices behind the veil: The World of Islam through the Eyes of Women, (Suara dibelakang kerudung: Dunia Islam lewat mata wanita), diedit oleh Ergun Mehmet Caner; Grand Rapids, MI: Kregel Publications, 2004.

Bahkan lebih buruk lagi, jika seorang wanit menuduh seorang laki2 melakukan perkosaan, dia (wanita itu) bisa berakhir dipenjara sendiri. Jika saksi2 laki2 yang diperlukan tidak bisa ditemukan, tuduhan sang korban bisa menjadi pengakuan zinah untuknya. Hal ini melihat kenyataan bahwa sebanyak lebih dari 75 persen wanita yang dihukum di Pakistan, sebenarnya ditahan karena “kejahatan” menjadi korban perkosaan [34]. Beberapa kasus yang mencolok di Nigeria baru2 ini juga sekitar tuduhan perkosaan yang berbalik menjadi tuduhan zinah oleh pihak berwenang Islam, yang hasilnya adalah hukuman mati yang kemudian diubah hanya setelah mendapat tekanan internasional [35].

Penyunatan bagi Wanita

Penyunatan wanita masih menjadi sumber lain dari penderitaan para wanita dibeberapa negara islam. Ini bukan khusus kebiasaan islam, karena ditemukan juga diantara beberapa budaya dan kelompok religius di Afrika dan Asia selatan. Diantara para muslim, umumnya terdapat di Mesir dan daerah sekitarnya. Tapi meski kurang cukup terdapat pengesahan dalam Quran atau Hadits mengenai praktek mengerikan ini, para muslim yang melakukan ini dengan dalih kepentingan agama. Sebuah petunjuk hukum islam menyatakan bahwa sunat diperlukan “baik bagi lelaki maupun bagi wanita” [36].

Bagi Sheikh Muhammad Sayyed Tantawi, Sheikh agung dari Al Azhar, penyunatan wanita adalah “sebuah praktek yang patut dipuji yang dilakukan utk menghormati wanita” [37]. Sebagai Imam agung al-Azhar, Tantawi adalah, “Pihak berwenang tertinggi dalam hal spiritual bagi hampir satu milyar muslim suni”, lapor BBC [38].

Mungkin dimata Sheikh Tantawi, rasa sakit yang diakibatkan penyunatan wanita itu layak dilakukan jika melihat hasil yang dipetiknya; kebanyakan pihak berwenang setuju bahwa penyunatan wanita diciptakan untuk menghilangkan respon seksual dari wanita, sehingga semakin kecil dia melakukan perzinahan.

Prospek jangka panjang? Suram

Selama para lelaki membaca dan percaya Quran, para wanita akan dipandang rendah, warga kelas dua, subjek sakit hati dan direndahkan oleh poligami, diancam oleh perceraian yang begitu mudah, dan yang lebih jelek lagi – termasuk pemukulan, tuduhan paslu dan kehilangan hampir seluruh kebebasan manusia yang paling dasar. Hal ini bukan fenomena dari sekelompok saja, atau sesuatu yang berlangsung sebentar saja. Itu semua adalah akibat dari penghormatan Quran sebagai perkataan Allah yang mutlak, sah selamanya dan sempurna. Selama para lelaki terus menganggap Quran apa adanya, para wanita akan tetap punya risiko itu.

No comments:

Post a Comment