Sunday, November 28, 2010

Bab 8 KESIMPULAN

Hidup di Inggris membawa perubahan kontekstual di dalam komunitas Muslim dan sebagai akibatnya ada perubahan-perubahan dalam posisi wanita dan gadis-gadis Muslim. Hal ini sangat terlihat pada gadis-gadis generasi kedua yang dilahirkan di Inggris. Namun demikian kebebasan yang baru ini, yang merupakan kebebasan yang sangat terbatas, membawa stres dan ketegangan yang sangat besar antargenerasi. Ada jurang antar generasi dan juga kini ada pemisahan budaya. Sebagai contoh, para orang-tua berpikir bahwa adalah hak mereka untuk menentukan teman hidup anak-anak mereka sedangkan anak-anak berpikir merekalah yang berhak untuk menetukan siapa yang akan mereka nikahi. Gagasan-gagasan tradisional Muslim langsung berkonflik dengan aspirasi dan keinginan generasi muda. Kini ada konflik budaya antar generasi.

Generasi tua tidak dapat memahami generasi muda yang kelihatannya membuang semua tradisi masa lalu dan menjadi kebarat-baratan. Kontekstualisasi ini disampaikan oleh generasi muda sebagai sebuah pendefinisian ulang terhadap Islam. Dengan pendefinisian ulang terhadap budaya, mereka menginginkan pendefinisian ulang terhadap agama. Mereka memandang Islam sebagai sesuatu yang berakar pada generasi orang-orang suci yang lebih tua yang nampaknya tidak dapat memahami dan mengakomodasi mereka.

Pendidikan
Kaum wanita Muslim melakukan perlawanan balik dan senjata utama mereka adalah pendidikan. Pendidikan memainkan peranan yang besar dalam memperkuat para wanita Muslim. Di banyak negara Muslim, terutama di Iran, Arab Saudi dan Kuwait, kaum wanita membentuk perkumpulan mahasiswi. Ribuan wanita Muslim kini telah menjadi dokter, pengacara, bankir, arsitek, dsb,. dan di seluruh dunia kini ada penulis drama, novelis, pembuat film, polisi, presenter televisi. Bahkan di Iran dan Turki ada pilot tempur wanita.

Nampaknya dengan menempuh pendidikan di perguruan tinggi mereka dapat
mengambil tempat dalam masyarakat dan merealisasikan hak-hak mereka.
Namun mereka masih menghadapi banyak rintangan, seperti ketidaksetaraan di
tempat kerja. Mereka mengklaim bahwa masih ada sikap permusuhan dari
perguruan tinggi, diskriminasi di tempat kerja dan pergumulan-pergumulan di
dalam komunitas mereka sendiri.180 Gadis-gadis Muslim menghadapi sejumlah
tekanan yang sangat besar dari keluarga dekat mereka, yang seringkali tidak
180 “Women Finding it Twice as Hard to Succeed”, Q-News, Jan 1998, p. 9.
91
maendukung aspirasi karir putri mereka karena takut akan pandangan masyarakat
banyak akan hal itu. Bagi mereka kesuksesan juga lebih sulit lagi dicapai. Namun
demikian ada perubahan dalam sikap orang-tua terhadap gadis-gadis dan
pekerjaan. Salah satu alasannya adalah adanya kesadaran para orang-tua Muslim
bahwa pendidkan itu penting untuk kehidupan, dan bahwa para pria Muslim
semakin mencari pasangan yang lebih berpendidikan.
Kehormatan dan malu
Masalah tersulit yang dihadapi oleh komunitas Muslim di Inggris adalah relasi
antara pria dan wanita. Modernitas menghasilkan pembauran, yang bagi para
orang-tua mendatangkan kebingungan dan kecemasan. Ketakutan para orang-tua
Muslim terhadap putri-putri mereka mudah dipahami apabila kita melihat bahasa
dan citra seksual yang sangat kental dalam budaya kita.
Masyarakat Muslim tradisional tidak berfungsi atas dasar individualisme,
melainkan atas dasar komunitas. Inilah sebabnya mengapa apa yang dikatakan
oleh komunitas sangatlah penting. Komunitas lebih penting daripada individu. Oleh
karena itu masalah yang penting adalah apakah Islam dan komunitasnya dapat
mengubah konsep mereka terhadap wanita dari hanya sekadar sebagai benda
yang dimiliki dan harus dijaga, kepada posisi dimana kaum wanita dipandang
bernilai setara dengan pria.
Pada masa kini komunitas terus mendikte bagaimana wanita harus bertingkahlaku,
dan hanya sedikit melakukan akomodasi terhadap perubahan budaya. Jika
tidak setuju dengan apa yang didiktekan oleh komunitas maka hal itu akan
mendatangkan malu. Untuk mencegah rasa malu ini, keluarga akan melakukan
tekanan baik secara keras dan terbuka agar putri-putri mereka akhirnya taat.
Untuk mengubah situasi ini diperlukan adanya perubahan terhadap konsep
mengenai kehormatan dan malu dan bagaimana cara wanita dipandang, tetapi ini
akan menjadi sebuah pergeseran paradigma yang besar-besaran.
Wanita harus dipandang sebagai aset keluarga, dan sebagai kaum yang dapat
dipercayai atas hidup dan tingkah-laku moral mereka sendiri. Sikap dan tingkahlaku
pria terhadap wanita juga harus diubah. Pada masa kini pria boleh
mempunyai hubungan di luar nikah dan bebas melakukan apa saja yang jika
dilakukan oleh wanita maka akan mendatangkan penghinaan. Sementara konsep
benar dan salah seperti yang kita pahami terkait dengan perbuatan, tidak peduli
siapa yang melakukannya, konsep malu nampaknya sangat dalam berkaitan
dengan apa yang dilakukan oleh wanita daripada apa yang dilakukan oleh pria. Ini
bukanlah soal siapa yang lebih tinggi tingkatannya, melainkan harus ada
keseimbangan diantara keduanya. Ini adalah faktor paling besar yang
mempengaruhi posisi wanita.
92
Ada wanita-wanita muda Muslim yang menginginkan kebebasan seperti yang
dimiliki teman-teman Inggris mereka dalam segala segi kehidupan mereka.
Kebanyakan dari para gadis ini takut untuk menyuarakan keinginan mereka.
Namun kini semakin banyak gadis yang semakin bertambah berani untuk
melakukannya. Dalam keputusasaan mereka membela hak-hak dan kebebasan
mereka, dan mereka pun sangat menyadari pilihan yang ada. Mereka memandang
kepada para ibu mereka, dan bertekad untuk menjalani hidup yang menurut
mereka adalah hidup yang lebih baik, dimana mereka dapat mengejar karir,
memilih pasangan hidup mereka sendiri, dan menjalani hidup yang menurut
mereka adalah kebebasan. Namun demikian, untuk melakukan hal ini berarti
memisahkan diri dari tekanan komunitas dan seringkali juga berarti memisahkan
diri dari keluarga.
Wanita dan jihad
Sejak tahun 2000, semakin banyak serangan-serangan bunuh diri yang dilakukan
oleh kaum wanita di daerah-daerah konflik. Pertumbuhan penggunaan wanita
untuk misi bunuh diri oleh kelompok-kelompok islamis adalah signifikan karena
ada keyakinan religius yang sangat kuat bahwa wanita tidak boleh turut ambil
bagian dalam peperangan. Jihad bagi wanita dipandang sebagai menjalankan
ibadah Haji. Penggunaan kaum wanita sebagai syahid (martir) adalah sarana baru
dalam memanfaatkan kekuatan wanita.
Wanita dan modernitas
Posisi wanita di dalam Islam sangat bergantung pada sejauh mana tingkat Islam
menerima modernitas. Beberapa orang percaya bahwa wanita semestinya tidak
turut mengambil bagian dalam pengembangan bangsa atau agama. Jika sikap ini
dipertahankan, bangsa-bangsa Muslim beresiko kehilangan kontribusi potensial
sebanyak 50% dari populasi mereka. Jika orang Muslim mengisolasi wanita, maka
keefektifan mereka akan sangat dikurangi. Jika sebuah kelompok masyarakat
menjadi semakin radikal, maka akan semakin ada kecenderungan untuk
merendahkan posisi wanita dan hak-hak mereka semakin disangkali. Masyarakat
Muslim yang semakin liberal akan lebih memberikan hak-hak kepada kaum wanita.
Masalah yang dihadapi komunitas Muslim dewasa ini adalah bagaimana menjadi
Muslim dan sekaligus modern. Kesulitannya adalah banyak Muslim memandang
modernitas sinonim dengan sekularisme, yang dilihat sangat negatif. Mereka
melihat kepada masyarakat Barat post-modern yang sekuler dan tidak ingin
diidentifikasikan dengannya. Mereka melihat kehancuran keluarga dan masyarakat
dan memandangnya telah rusak secara moral. Ada yang mengatakan mustahil –
dan mereka tidak ingin – Islam menerima modernitas.
93
Meningkatnya arus perjalanan dan komunikasi telah membawa pemikiran modern
ke banyak bagian di dunia Muslim. Dalam Islam tidak ada pusat otoritas religi,
seperti misalnya peran Vatikan dalam Gereja Katolik Roma. Kaum modernis
Muslim dewasa ini bukanlah para ulama, mereka adalah kaum profesional, banyak
diantara mereka yang mendapat pendidikan Barat namun tidak menyukai
kebobrokan moral di Barat. Kaum modernis ini yakin bahwa tidak perlu
menyesuaikan diri dengan kanon abad ke-11, dan mengemukakan bahwa
kebanyakan dari hukum Islam ditetapkan oleh manusia dan bukan merupakan
ketetapan Tuhan. Apa yang mereka cari adalah reformasi yang otentik islami
namun tetap modern. Kaum modernis menghadapi perlawanan dari para ulama di
satu sisi, dan juga dari kelompok-kelompok Islam radikal di sisi yang lain.
Himbauan mereka adalah agar ada pembaharuan ruh Islam dengan
menerapkannya pada masyarakat sesuai dengan jamannya.
Beberapa kaum modernis menghimbau agar kembali kepada ajaran fundamental
Islam yang diberikan di Mekkah dan yang menekankan martabat semua manusia.
Mereka mengklaim bahwa ajaran ini telah digantikan oleh serangkaian keputusan
yang membedakan jender, rasis dan represif yang kemudian diteguhkan menjadi
Hukum Islam.181
Para pemikir modern lainnya mengatakan bahwa Islam harus menjadi dasar moral
bagi masyarakat yang modern dan progresif namun tidak dapat menyetujui segala
sesuatu yang dilakukan atas nama modernisasi. Sudut pandang mereka adalah
Islam harus bertindak sebagai prinsip yang mengikat, mengijinkan komunitas
Muslim untuk mengadopsi gagasan-gagasan dan ilmu pengetahuan Eropa tanpa
meninggalkan Islam itu sendiri.182 Contoh mengenai hal ini adalah penulis Akbar S
Ahmed, yang mempertanyakan pertikaian antara Islam dan Barat: bagaimana
orang Muslim dapat belajar untuk mengerti dan menghormati nilai-nilai masyarakat
Barat tanpa mengkompromikan keyakinan dasar mereka sendiri dan praktekprakteknya.
183 Ini adalah pergumulan yang dialami Islam pada saat ini sehubungan
dengan dunia modern. Para pemikir Muslim mengalami kesulitan untuk
memisahkan modernitas (yang dapat diterima) dari westernisasi (yang tidak dapat
diterima) dan sekali lagi, berkaitan dengan hal ini adalah posisi wanita. Jika nilainilai
religius semakin ditinggikan untuk mencapai tujuan-tujuan politik, maka
disfungsi dalam status wanita akan semakin besar.184
181 Peter Waldman,”Some Muslim Thinkers Want to Reintepret Islam for Modern Times”, Wall Street
Journal, March 16, 1995, p. 10.
182 Derek Hopwood,”The Culture of Modernity in Islam and the Middle East”, in John Cooper, Ronald Nettler
& Mohammed Mahmoud (eds.), Islam and Modernity (London: I.B. Tauris, 1998), p. 6.
183 Akbar S Ahmed, Living Islam (London: BBC Books, 1993), p. 19.
184 Mohammed Arkoun, Rethinking Islam (Boulder, CO: Westview, 1994), p. 62.
94
Masyarakat patriarchal
Dapat dikatakan bahwa natur patriarkhal dalam masyarakat di negara-negara
mayoritas Muslimlah yang bertanggung-jawab atas posisi inferior kaum wanita di
negara-negara tersebut (atau berasal dari negara-negara itu), dan bukannya
Islam. Tentu saja, ada perbedaan-perbedaan besar dalam status wanita di seluruh
dunia Muslim, dan sesungguhnya antara wilayah-wilayah yang berbeda dan kelaskelas
wanita di dalam bangsa-bangsa itu. Sebahagian besar hal ini memberi
sumbangsih kepada perbedaan budaya. Tapi argumen ini lemah, karena Islam
telah membantu membentuk kelompok-kelompok masyarakat itu selama berabadabad,
menganjurkan praktek-praktek patriarkhal dengan memberikan pada mereka
sanksi agama.
Seperti yang kita lihat dalam BAB 2, parameter Islam sangat kuat dipengaruhi oleh
konteks masyarakat patriarkhal yang di dalamnya mereka didefinisikan, dan
norma-norma budaya pada masa itu menyatu sebagai bagian dari agama. Maka
posisi dan pandangan terhadap wanita ditetapkan dalam Qur’an dan Hadith. Sulit
untuk mengatakan mana yang kultural dan mana yang islami, karena dalam Islam,
budaya, mayarakat dan agama tidak dapat dengan mudah dipisahkan. Islam
adalah sistem yang mencakup semua.
Masa depan
Ada kelompok-kelompok orang muda yang dibentuk di seluruh Inggris yang
disebut Young Muslims UK yang memiliki kelompok-kelompok kecil wanita.
Kelompok-kelompok ini berakar dalam situasi kontemporer dan berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan kontekstual yang sedang terjadi. Juga ada
pergerakan untuk mengkontekstualkan Islam dengan mempersonalkanya, atau
dengan kata lain menjadikannya iman yang personal dan bukan hanya iman
komunitas. Diyakini bahwa mempersonalisasikan dan menginternalkan Islam akan
memberikan kekuatan untuk menghadapi kekuatan post-modernitas dan
sekularisme.
Satu faktor yang sangat penting yang dapat membuat perbedaan adalah rasisme.
Komunitas orang muda Muslim Inggris berharap dapat diterima setara dengan
komunitas kulit putih. Kurangnya penerimaan ini dapat mendorong orang-orang
muda ini kembali kepada Islam konservatif. Mereka merasa diperlakukan dengan
kecurigaan yang semena-mena oleh polisi, sebagai orang-orang yang berpotensi
menjadi teroris, dan digambarkan demikian di media, adalah contoh-contoh
kurangnya penerimaan yang dapat membuat orang-orang muda Muslim menjadi
semakin radikal.
95
Faktor lainnya adalah apakah pria Muslim Inggris dapat dan ingin untuk
berhubungan dengan gadis Muslim yang telah menjadi Barat dan modern, atau
apakah pada akhirnya hal itu akan menghancurkan pernikahan dan situasi
keluarga.
Kaum Muslim progresif mempunyai pandangan-pandangan yang jelas mengenai
jalan masa depan yang harus diambil Islam berkenaan dengan hal-hak wanita.
“Kaum progresif Muslim mulai dengan pernyataan sederhana namun radikal yaitu
bahwa komunitas Muslim sebagai suatu keseluruhan tidak dapat menegakkan
keadilan kecuali mereka menjamin keadilan bagi para wanita Muslim. Tidak akan
ada interpretasi progresif terhadap Islam tanpa keadilan jender. Kesetaraan jender
adalah tongkat pengukur bagi upaya-upaya yang lebih luas untuk memperhatikan
keadilan sosial dan pluralisme. Ini harus ada untuk mewujudkan hak-hak wanita
sebagai hak-hak azasi manusia”.185
Tidak semua komentator Muslim optimis bahwa perubahan semacam itu dapat
dicapai dengan mudah.
“Ini adalah perjuangan sepanjang jalan bagi kaum wanita: sebuah perjuangan
melawan ortodoksi, perjuangan menentang norma-norma budaya tertentu yang
opresif, yang tidak mengijinkan wanita untuk memasuki bidang-bidang tertentu.
Ketika wanita mengedepankan hak-hak mereka untuk mendapatkan tempat yang
terhormat dalam masyarakat, maka masyarakat yang berada di bawah dominasi
pria bereaksi sangat tajam dan berusaha untuk memberikan lebih banyak batasan
bagi mereka. Perjuangan ini ke depannya akan terus berlanjut untuk waktu yang
sangat panjang”.186
Kabar terbaru: lima tahun kemudian dan dunia yang berbeda
Dalam 5 tahun terakhir dunia telah menjadi tempat yang teramat sangat berbeda.
Pemicunya adalah tragedi 9/11, dan tahun-tahun selanjutnya yang diwarnai
dengan transformasi kelompok-kelompok masyarakat. Islam menjadi titik gerak di
banyak arena dengan tuntutan untuk menjadi pusat panggung dan sangat
berkuasa. Dalam segala ranah kini Islam menginginkan agar suara dan
kehadirannya diakui dan didengar.
Identitas islami
Di Inggris ada langkah balik 180 derajat berkenaan dengan identitas islami dan
bagaimana orang Muslim memandang diri mereka sendiri. Kebanyakan imigran
185 Omid Safa,”What is Progressive Islam”, ISIM Newsletter, Dec 13, 2003, p.48.
186 Engineer, Women and Gender Justice, p. 11.
96
Muslim pertama tidak berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik, namun sangat
ingin untuk berbaur, sebahagian didorong oleh keinginan untuk bekerja dan
mendapatkan kemakmuran. Sebuah riset yang dilakukan baru-baru ini di Inggris
oleh NOP untuk Channel Four Dispatches mengemukakan beberapa hasil yang
mengejutkan. Para imigran generasi kedua biasanya cenderung menjadi lebih
sekuler dan kurang beragama daripada orang-tua mereka. Tetapi survey itu
menunjukkan bahwa orang-orang Muslim telah mengambil arah yang sangat
berlawanan.
Dewasa ini orang muda Muslim Inggris tidak terlalu liberal dan lebih berbakti pada
agama daripada orang-tua mereka. Keyakinan-keyakinan mereka membuat
banyak diantara mereka yang berketetapan tidak hanya menjadi berbeda tetapi
juga berbeda dari warga negara Inggris lainnya. Integrasi Muslim ke dalam
masyarakat Inggris secara efektif terhenti. Bukti bahwa integrasi telah terhenti
berasal dari membandingkan survey ini dengan studi-studi terdahulu, terutama
yang dilaksanakan pada tahun 1993 oleh Tariq Modood, profesor sosiologi di
Universitas Bristol yang mengatakan bahwa identifikasi politik dengan Islam telah
menjadi tidak proporsional diantara orang muda sejak saat itu.187
Orang Muslim kini lebih sadar akan identitas islami sedunia atau umma, sebuah
sikap yang semakin menjadi intensif sejak perang di Irak dan Afghanistan. Kini
mereka loyal kepada identitas trans-nasional ini melebihi identitas nasional dan
kebangsaan mereka sendiri. Oleh karena individu di dalam Islam tidaklah penting,
maka komunitas mendapatkan kekuatan dan kuasa mereka melalui
direpresentasikannya komunitas ini dalam bilangan-bilangan yang disatukan oleh
identitas islami mereka.
Modernisasi dan Islam
Tidak ada diskusi dalam dunia Muslim mengenai posisi dan hak-hak wanita. Tidak
ada satupun konstitusi dalam dunia Muslim yang menjunjung kesetaraan seksual.
Namun ada kemajuan di Tunisia dan Marokko dimana wanita diberikan lebih
banyak hak.
Raja Marokko yang masih muda, berpendidikan Barat, Mohammed VI, membuka
sutu sesi di Parlemen pada 2004 dengan sebuah pertanyaan yang dramatis:
“Bagaimana masyarakat dapat mencapai kemajuan, sementara wanita, yang
merepresentasikan setengah dari bangsa ini, melihat hak-hak mereka dilecehkan
dan menderita karena ketidakadilan, kekerasan dan marjinalisasi?” Raja
mengusulkan perubahan-perubahan radikal terhadap hukum-hukum yang
mengatur keluarga. Dengan terang-terangan ia melarang poligami dengan
mengesahkan sebuah sistem dimana suami harus mendapatkan ijin dari istrinya
187 Ibid.
97
atau istri-istrinya dan kemudian menghadap hakim untuk mengajukan alasan
perlunya ia menikah lagi. Sebelum peraturan ini ada, pria dapat menceraikan
istrinya dengan mudah hanya dengan mengucapkan kata-kata tertentu; kini
keputusan untuk menceraikan akan diberikan oleh hakim. Wanita dapat
menggugat cerai. Hukum-hukum ini telah membawa perubahan di kota-kota di
Marokko, perubahan terhadap ketidakadilan yang diderita oleh para wanita dan
anak-anak.188
Wanita, Syariah, dan Barat
Banyak orang Muslim di Barat ingin melihat sebuah hubungan yang formal antara
hukum negara dan Syariah, terutama di ranah hukum keluarga. Ada banyak
himbauan agar berbagai aspek Syariah dimasukkan ke dalam hukum-hukum sipil
negara-negara Barat. Komunitas-komunitas Muslim percaya bahwa mereka harus
hidup di bawah hukum mereka sendiri yang ditentukan oleh agama mereka, dan
bukannya hukum-hukum yang diberlakukan kepada mereka. Namun demikian
Syariah mendiskriminasi wanita. Kesulitannya adalah pemerintah-pemerintah
Barat yang tidak menyadari implikasi-implikasi Syariah akan terlena untuk
mengijinkan kehadiran hal-hal itu di dalam komunitas Muslim. di Inggris
pemerintah telah memperkenalkan dana pensiun dan pinjaman Syariah. Syariah
juga hadir dalam bentuk penikahan, perceraian, surat wasiat dan poligami
berdasarkan Syariah. Kaum wanita Muslim semakin mengalami diskriminasi
berkaitan dengan hal-hal ini.
Para sarjana Muslim lainnya, seperti Sheik Yusuf al-Qaradawi yang sangat
berpengaruh mengemukakan bahwa pemerintah Barat harus semakin
mensejajarkan hukum-hukum mereka dengan Syariah. Tekanan ini sedang
menghasilkan buah. Sebagai contoh, di Inggris dan Amerika pemerintah
mempekerjakan penasehat-penasehat Syariah di berbagai departemen. Inggris
telah menggunakan fatwa-fatwa untuk mendapatkan dukungan Muslim untuk
donor anggota tubuh. Sekolah-sekolah telah memperkenalkan makanan halal
(kadangkala juga untuk murid-murid yang beragama lain), segregasi olah-raga dan
pakaian serta kerudung Muslim. Pembina-pembina rohani Muslim, ruang-ruang
sembahyang Muslim, makanan halal dan tutup kepala Muslim juga telah diterima
di berbagai pelayanan publik seperti kepolisian dan penjara. Dewan-dewan lokal
kini mempertimbangkan prinsip-prinsip Syariah dalam keputusan mereka
mengenai perumahan, pendidikan, kesehatan dan bidang-bidang lainnya. Pada
Juni 2006, Departemen Perumahan Inggris menarik pengajuan legislasi yang
melarang pernikahan yang dipaksakan, nampaknya karena takut bertentangan
dengan komunitas Muslim. Dengan diimplementasikannya semua ini, maka posisi
wanita Muslim di Barat menjadi semakin terpuruk.
188 Nicola Fell,”Why a Young King is taking Morocco into a Feminist Future”, The Sunday Herald, 29 Feb,
2004.
98
Semua ini telah berdampak pada wanita: meningkatnya jumlah wanita yang
mengenakan kerudung, dalam bentuk apapun (jilbab, cadar, burqa, dsb), baik
karena keinginan bebas mereka atau karena dipaksa untuk mengenakannya
melalui tekanan keluarga dan komunitas. Kewajiban mengenakan kerudung
segera menjadi norma yang berlaku. Di sekolah-sekolah Islam dan juga di banyak
sekolah negeri tubuh para gadis Muslim tertutup seluruhnya dan mereka semua
mengenakan hijab (jilbab). Ada kesulitan dengan pelajaran renang bagi para gadis
di sekolah dan kini komunitas meminta pemisahan waktu renang bagi para gadis
Muslim. banyak orang-tua yang tidak mengijinkan putri-putri mereka mengikuti
pelajaran renang. Pakaian renang khusus telah dirancang untuk mereka, dan
pakaian renang itu menutupi seluruh bagian tubuh. Pembatasan-pembatasan
semacam itu terhadap aktifitas-aktifitas dan pemberlakuan pakaian islami
membuat wanita bertanggung-jawab terhadap respon-respon seksual pria.
Feminitas dilihat sebagai sebuah ancaman.
Saat komunitas-komunitas merasa bahwa mereka ditekan, mereka mengambil
langkah mundur dan kaum wanita akan semakin sulit mengekspresikan diri atau
mendapatkan kebebasan untuk bergerak atau kebebasan untuk memilih. Akan
semakin banyak kerusakan dalam keluarga karena para gadis mencari kebebasan
seperti yang dimiliki teman-teman Inggris mereka, dan mereka harus memilih
antara kebebasan dan keluarga yang beresiko mendatangkan kematian karena
pembunuhan demi kehormatan. Bila masyarakat terpecah menjadi dua kelompok
yang saling bertentangan, aturan mengenai kehormatan dan malu akan semakin
diintensifkan. Islam adalah dunia laki-laki dan akan terus begitu, dan aturan-aturan
kuno mengenai kehormatan dan malu semakin menjadi sangat penting. Kaum
wanita dan para gadislah yang selalu harus membayar harganya.
99

No comments:

Post a Comment