Monday, November 29, 2010

Bab 6 KERUDUNG

Di Turki (1926) dan di Iran (1936) kelompok elit yang memerintah memperkenalkan kewajiban berkerudung untuk mengawali munculnya sebuah era kemajuan. Kerudung menjadi simbol retardasi, langkah mundur, dan penundukan. Hal ini mendatangkan penghinaan terhadap kelompok masyarakat yang memandang kerudung sebagai pakaian formal. Jika orang-orang Barat – atau kaum elit yang kebarat-baratan – mengatakan pada para wanita Muslim agar tidak
lagi mengenakan kerudung, karena kerudung adalah simbol penindasan, maka itu dipandang sebagai sebuah kelanjutan dari sikap penjajah yang mempromosikan budaya Barat sebagai budaya yang lebih superior daripada budaya Muslim. Pelarangan mengenakan jilbab di kampus-kampus Turki mengakibatkan munculnya unjuk rasa mahasiswa dan aksi mogok makan. Untuk memahami obsesi akan jilbab kita harus memandangnya sebagai pesan terselubung yang merefleksikan pilihan-pilihan politik dan ideologi.149

Kata “jilbab” (hijab) berasal dari kata bahasa Arab hijaba yang berarti mencegah, menutupi atau menyembunyikan, yaitu mencegah agar tidak terlihat atau tidak nampak.150 Kata ini berarti sebuah penghalang atau tirai agar seorang wanita tidak terlihat. Ada berbagai mazhab mengenai bagaimana hal ini harus diberlakukan. Satu mazhab mengatakan bahwa jilbab hanya menutupi rambut dan leher, dengan menggunakan kerudung. Di beberapa negara Muslim ini adalah persyaratan minimum. Sudah tentu ada pula wanita-wanita yang tidak mengenakan jilbab. Mazhab lainnya mengatakan bahwa wanita harus sepenuhnya ditutup, mulai dari kepala, wajah, tangan dan kaki dan bagian-bagian tubuh lainnya. Ada berbagai sebutan untuk itu di berbagai negara, sebagai contoh hijab, burqa, chador (cadar) atau niqab. Ada berbagai jenis pakaian yang dikenakan wanita Muslim yang berkaitan dengan pengerudungan tersebut di atas.

Tujuan mengenakan kerudung
Tujuan menutupi tubuh seluruhnya adalah untuk menyembunyikan detil-detil tubuh
wanita dan kecantikannya/perhiasannya yang digunakan untuk memperindah
penampilannya. Kerudung harus menutupi pakaian yang dikenakan di baliknya.
Jika pakaiannya penuh warna dan dekoratif, maka pakaiannya itu telah menjadi
sebuah ornamen dan harus ditutupi. Sebagai tambahan, ada banyak tradisi yang
melarang wanita memakai parfum jika keluar rumah. Seorang wanita yang
149 Mostafa Hashem Sherif, “What is Hijab”, The Muslim World, 77, July-Oct 1987, Nos. 3-4, p.151-2.
150 Abdul Rahman Adullah (ed.), Islamic Dress Code for Women (Riyadh: Darussalam, 1999), p.9.
74
parfumnya menyukakan pria telah dipandang bersalah karena melakukan
perzinahan.151
Simbol Islam radikal
Burqa telah menjadi simbol yang diberlakukan dalam situasi-situasi dimana Islam
telah menjadi semakin “fundamentalis”, pada kenyataannya burqa adalah simbol
dari Islam radikal. Kita tidak asing dengan gambaran mengenai wanita di bawah
pemerintahan Taliban di Afghanistan, dimana semua wanita harus ditutupi dengan
pakaian yang tebal dan hanya ada sedikit lubang di bagaian mata agar dapat
melihat. Jika secara tidak sengaja ia menunjukkan wajahnya atau tumitnya maka
ia akan ditangkap.152
Ayatollah Khomeini di Iran memberlakukan burqa setelah revolusi tahun 1979 dan
ada serangkaian fatwa yang tidak berkesudahan yang sedikit demi sedikit
menyingkirkan kebebasan fundamental kaum wanita. Para tentara memonitor
pakaian wanita, memeriksa jika ada yang menggunakan riasan wajah atau
sekelebat tumit. Ratusan wanita dipenjarakan dan dipukuli kakinya sehingga
mengakibatkan mereka tidak dapat berjalan selama berbulan-bulan. Bahkan ada
beberapa yang digantung karena pelanggaran terhadap aturan berpakaian.
Homa Darabi, seorang wanita yang menjadi psikiater anak, membakar
kerudungnya dan dirinya sendiri sampai mati di alun-alun Teheran pada tahun
1994. Ia memprotes pemberlakuan burqa dan aturan-aturan lainnya yang telah
mengungkung wanita Iran di rumah. Pada saat ini kaum wanita Algeria, terutama
mahasiswi, dibunuh karena tidak menutupi tubuh mereka dengan benar. Dewasa
ini di Arab Saudi, berita mengenai para wanita yang dipukuli di depan umum atau
dipenggal lehernya, ditutupi-tutupi. Mereka bahkan tidak berhak memperlihatkan
air mata mereka, atau menengadah ke langit sebelum kepala mereka berguling.153
Di sini dan di negara-negara Muslim lainnya wanita tidak mempunyai pilihan akan
memakai burqa atau tidak, burqa adalah wajib. Sulit untuk melihat hal ini selain
dari sebagai simbol status inferior wanita, yang digunakan untuk memisahkan pria
dari wanita dan menghalangi wanita untuk secara harafiah terlihat oleh semua
orang kecuali keluarganya.
151 Helen Hardacre, “The Impact of Fundamentalism on Women, the Family and Interpersonal Relations”, in
Martin E Marty & R Scott Appleby (eds.), Fundamentalism and Society (Chicago: University of Chicago
Press, 1993), p.146.
152 “Inside Afghanistan: Behind the Veil”, BBC News, June 27, 2001 at
http://news.bbc.co.uk/1/hi/world/south_asia/1410061.stm, viewed, April 15, 2008.
153 Yasmin Alibhai-Brown, “Muslim Women’s Struggle to Wear What They Like”, The Independent, June
23, 2003, p.13.
75
Menarik sekali bila memperhatikan seorang wanita yang mengenakan burqa
dengan lengkap sedang makan di restoran. Saya telah melihat banyak wanita
seperti itu di berbagai belahan dunia termasuk Inggris. Wanita itu harus
mengangkat cadarnya dengan satu tangan dan berusaha tetap menutupi
wajahnya dan memasukkan makanan ke dalam mulutnya dengan tangan yang
lain. Nampaknya sangat merendahkan dan menurut saya hal itu semakin
memperlihat status inferior wanita.
Banyak pria Muslim percaya bahwa jika wanita tidak berkerudung, terutama di
negara-negara dimana orang Muslim adalah kelompok minoritas, kaum wanita
akan membahayakan masyarakat Muslim. Mereka mendukung alasannya dengan
mengatakan bahwa hal itu merupakan pelanggaran terhadap Qur’an dan Hadith
dan menunjukkan kelemahan/kekurangan wanita dalam hal beragama, hal yang
mendatangkan pencobaan bagi pria dan wanita, menjadikan wanita korban
pelecehan seksual, mengancam martabatnya dan membahayakan
kesuciannya.154 Nampaknya Muhammad percaya kerudung akan menjadi sebuah
proteksi terhadap godaan seksual yang akan terjadi jika pria dan wanita bertemu,
karena kontak apapun antara pria dan wanita pada akhirnya akan mengarah
kepada hubungan seksual yang salah dan pikiran-pikiran yang kotor. Ia yakin
bahwa jika seorang wanita berduaan dengan seorang pria, maka setan akan hadir
diantara keduanya.155
Seorang pembawa acara bincang-bincang di televisi Oman, Zawan Al-Said,
mengatakan bahwa kaum wanita Muslim yang menutupi rambut mereka dengan
jilbab menikmati 15 menit kebebasan Barat. Hal ini terjadi semata-mata bukan
karena Parlemen Perancis telah meloloskan Rancangan Undang-undang yang
melarang penggunaan tudung kepala Muslim di sekolah-sekolah pemerintah, tapi
oleh karena ada banyak alasan lainnya. Sebenarnya hal ini hanya mengarah
kepada satu permasalahan, yaitu: mengenakan kerudung atau tidak.
Ia melanjutkan pernyataannya dengan mengatakan bahwa ia bersurat kepada
ayahnya menanyakan apakah ia harus mengenakan jilbab atau tidak. Ayahnya
mengatakan bahwa ia harus terus mengenakan pakaian Muslimnya. Padahal
pakaiannya itu adalah corduroy berwarna kuning. Ia mengatakan, “Sayalah satusatunya
penyiar televisi Oman yang tampil di layar kaca, jika tidak mengenakan
pakaian Muslim berwarna kuning maka tak kalah mengejutkan dengan itu saya
tampil dengan kepala tidak berkerudung. Adalah baik untuk menerima aturan lokal
dalam hal berpakaian. Apakah mengejutkan jika saya tidak pernah ditawari posisi
sebagai pihak yang berotoritas di media, walau kenyataannya saya lebih
profesional dari pada mereka yang menduduki jabatan itu? Walaupun ada minat
yang semakin besar terhadap jilbab dalam 10 tahun terakhir ini, saya tidak
154 Abdullah, Islamic Dress Code, p.34.
155 Zawan, Al-Said, “Why I Won’t Wear the Hijab”, The Times, Feb 12, 2004, p.3.
76
menyerah dan juga tidak akan bertobat, walaupun jilbab kemudian menjadi sebuah
asesori dalam berbusana. Karena bagi wanita yang telah mengenakan jilbab
dalam tahun-tahun belakangan ini, tidak ada jalan kembali untuk mereka: saya
tidak mengenal siapapun yang telah kembali memperlihatkan rambut mereka di
depan publik”.156
Alasan-alasan mengapa wanita Muslim mengenakan kerudung di Inggris
Di Inggris ada semakin banyak wanita Muslim yang mengenakan jilbab (hijab).
Apakah yang menyebabkan timbulnya fenomena ini? Ini bermula setelah protes
orang Muslim terhadap publikasi Ayat-ayat Setan karya Salman Rushdie, ketika
banyak wanita Muslim mengenakan kerudung sebagai pernyataan solidaritas
dengan komunitas Muslim. Ini merupakan hal yang membanggakan untuk
menyatakan bahwa mereka adalah orang Muslim ketika mereka mengalami masa
kontroversi yang besar. Kerudung adalah simbol yang sangat kuat akan
kebangkitan Islam yang akan terjadi.157
Penggunaan jilbab adalah simbol penolakan terhadap nilai-nilai Barat dan
persekutuan dengan dunia Muslim. Sejak semakin banyaknya orang Muslim yang
menempatkan diri mereka pada posisi ini sebagai akibat dari masalah-masalah
seperti perang di Irak, boleh jadi tidaklah terlalu mengejutkan jika semakin banyak
wanita Muslim di Inggris yang memutuskan untuk mengenakan kerudung.
Banyak wanita Muslim yang mengklaim bahwa burqa adalah sebuah sarana yang
dapat membebaskan mereka dari pelecehan seksual yang dilakukan pria. Mereka
mengatakan bahwa di balik gaun yang panjang mereka mempunyai kebebasan,
karena mereka dapat berjalan-jalan keluar tanpa mendapatkan perhatian. Mereka
menganggap diri mereka tidak kelihatan.
Bagi beberapa wanita Muslim, mengenakan semacam hijab membuat mereka
merasa bebas untuk berbaur dengan pria di ruang sosial campuran seperti di
perguruan tinggi atau tempat kerja, sementara pada waktu yang sama memberi
tanda bahwa mereka tidak dapat didekati secara seksual. Banyak gadis akan
menjadi generasi pertama dalam keluarga mereka yang menjadi bagian dari
masyarakat Barat yang berbaur (dengan pria) dalam cara ini, dan mengenakan
semacam jilbab dapat memberikan mereka keyakinan untuk melakukannya tanpa
merasa bahwa mereka kehilangan identitas religius dan budaya mereka.
156 Ibid.
157 Alibhai-Brown, Muslim Women’s Struggle to Wear What They Like”, p.13.
77
Citra tubuh dan Burqa
Wanita Muslim sering mengklaim bahwa dengan mengenakan kerudung mereka
bebas dari tirani industri kecantikan dan eksploitasinya terhadap tubuh wanita.
Mereka tidak perlu risau jika rambut mereka berantakan, atau jika berat badan
mereka bertambah. Di sisi yang lain, banyak wanita Muslim yang sangat cantik
yang sangat memperhatikan urusan rambut dan rias wajah mereka, dan
mengenakan rancangan busana terbaru di balik burqa mereka. Pada
kenyataannya, wanita Muslim cenderung lebih merias wajah mereka daripada para
wanita Barat. Pada tahun 2002 para peneliti di Iran menemukan bahwa para
wanita yang mengenakan hijab dan burqa sama pedulinya dengan semua orang
lain soal citra tubuh mereka. Mereka mendapati bahwa wanita-wanita Iran yang
hidup di Iran mempunyai hubungan patologis yang lebih dengan tubuh mereka
ketimbang para wanita Iran yang tinggal di Amerika. Produk-produk kecantikan
wanita Muslim tersedia bahkan di tempat-tempat seperti Mesjid Regents Park di
pusat London, diantara semua buku religius dapat anda temukan krim anti selulit
dan berbagai parfum yang dianggap “islami” hanya karena tidak terdapat
kandungan alkohol di dalamnya.158
Di beberapa daerah di UK, pilihan untuk memakai hijab sekarang telah berubah
menjadi sebuah perintah, sementara pilihan-pilihan gaya busana semakin
berkembang dengan adanya beberapa wanita dan gadis yang mengenakan turban
berwarna-warni atau skarf karya perancang skarf, logo dan sebagainya. Di Inggris
hal ini merupakan perwujudan cita-cita para wanita muda di Iran, yang sangat ingin
lari dari kesopanan yang terlalu ditekankan; mereka mengenakan skarf cantik dari
sutra dan chiffon dalam berbagai warna, diikat sedemikian rupa sehingga terlihat
rapi. Bagi mereka, mengenakan skarf semacam ini adalah suatu bentuk
perlawanan dan sebagai sarana mengemukakan otonomi mereka.159 Pakaian
mereka lebih ketat dan sedikit lebih pendek dan sekali lagi polisi pakaian
berkeliaran menunjukkan kekuatan mereka terhadap kesenangan yang polos
semacam ini. Di Iran para wanita muda sedang menolak ide bahwa mereka harus
hidup dan mati dalam jubah panjang dan kerudung. 160
Pemberlakuan Hijab
Jurnalis Yasmin Alibhai-Brown menulis bahwa ia merasa tidak nyaman saat ia
melihat para wanita muda dan gadis-gadis mengenakan hijab, yang biasanya
berwarna abu-abu, putih atau hitam. Ia tidak yakin jika semua ini merupakan
158 Ibid.
159 Hardacre, “The Impact of Fundamentalism”, P.145.
160 Ibid.
78
pilihan bebas yang diambil setelah melakukan pemikiran dan studi yang cermat.161
Di seluruh Inggris ada gadis-gadis, ada yang bahkan masih berusia 3 tahun, yang
mengenakan jilbab/hijab. Ini tentunya bukanlah hasil pilihan bebas tetapi
keputusan orang-tua mereka. Keputusan orang-tua kemudian menjadi norma.
Banyak wanita di Barat yang mendapati bahwa kerudung merupakan
permasalahan yang besar. Mereka dengan kuat mengidentikasi diri mereka
dengan wanita-wanita yang melawan pemberlakuan kerudung di negara-negara
Muslim. Para wanita yang telah melarikan diri dari rejim patriarkhal brutal dan
datang ke Barat telah menjadi pendukung fanatik hukum Perancis yang melarang
penggunaan kerudung di sekolah-sekolah dan tempat-tempat pelayanan umum.
Perlawanan dan Hijab
Namun demikian, pelarangan Perancis terhadap penggunaan Hijab nampaknya
mengakibatkan wanita mengenakan hijab sebagai perlawanan, karena pelarangan
itu dengan kuat menggemakan kebijakan kolonial Perancis di Algeria, dimana
kerudung menjadi simbol perlawanan terhadap pendudukan Perancis. Ini juga
nampaknya meningkatkan separatisme Muslim. sekolah swasta Muslim pertama di
Perancis didirikan di Lille pada tahun 2003 sebagai sebuah respon terhadap
tindakan memulangkan gadis-gadis karena mengenakan kerudung. Kini, para
wanita muda Muslim yang berpendidikan di Perancis telah memutuskan untuk
mengenakan Hijab, walaupun tidak ada tradisi mengenakan hijab di dalam
keluarga mereka, karena karena mereka telah semakin kuat mengidentifikasikan
diri mereka dengan Islam.162
Simbol penindasan
Tidak seorangpun gadis muda yang saya wawancarai yang mengenakan jilbab
walaupun sejumlah wanita yang lebih tua mengenakannya. Yasmin Alibhai-Brown
percaya bahwa para wanita Muslim harus berhenti membodohi diri mereka sendiri:
jilbab dan burqa ini bukanlah demi agama, tetapi hanya agar pria mempunyai
kuasa atas mereka.163
Di beberapa tempat diajarkan bahwa jika seorang wanita Muslim tidak
mengenakan jilbab, ia akan dianggap sebagai pendosa dan tidak menaati perintah
ilahi. Hukuman di akhirat akan diterimanya.164
161 Ibid.
162 Natasha Walter, “When the Veil Means Freedom”, The Guardian, Jan 20, 2004.
163 Alibhai-Brown, “Muslim Women’s Struggle”, p.13.
164 Nasr Abu Azyd, “Religion and Secularism: From Polarization to Negotiation”, In The Hague Centre of
Initiatives of Changes, Islam, Muslims and the West, Feb 11, 2004.
79
Di beberapa bagian daerah di Inggris, kerudung semakin diwajibkan. Banyak yang
mengenakannya dengan ikhlas atau mengenakannya dengan bangga. Para
wanita ini seringkali adalah orang-orang yang melawan sekularisme dengan gigih
dan berusaha keras agar tidak satupun siswi sekolah Muslim Inggris pergi ke
sekolah tanpa kepala yang dikerudungi atau wajah yang tidak ditutupi. Walaupun
mereka melakukan dan mengatakan hal-hal ini, mereka sangat beruntung karena
mereka meraup semua kebaikan dari masyarakat Barat, pendidikan dan
kesetaraan, yang tidak diberikan kepada begitu banyak wanita Muslim di seluruh
dunia.165
Melalui tekanan yang kuatlah banyak orang menerima hal ini. Para gadis muda
mengenakannya karena diperintahkan oleh para orang-tua mereka, tanpa ada
kesempatan bagi kehendak bebas. Gadis-gadis muda lainnya yang berusia 12
tahun memutuskan bahwa mereka ingin ditutupi dari ujung kepala hingga ujung
kaki dalam pakaian hitam dengan hanya diberi lubung kecil di bagian mata agar
dapat melihat. Jika dipakai ke sekolah, ini akan memberi tekanan kepada gadisgadis
lain agar turut berpakaian seperti itu. Para guru di sekolah-sekolah ini
mengatakan bahwa jika wajah tidak dapat terlihat maka tidak ada individualitas,
mereka tidak dapat memanggil gadis-gadis itu dengan nama mereka atau melihat
emosi mereka. Para siswi itu adalah orang asing bagi para guru dan teman-teman
sekelas mereka dan mereka terlupakan. Mereka duduk di ruang kelas dengan
kami tapi tidak menjadi bagian dari kami. Secara efektif mereka tidak terlihat.166
Apa yang sesungguhnya terjadi di balik Burqa
Ada pertumbuhan yang cukup bermakna dalam hal mengenakan burqa di Inggris
dan kini hal itu telah menjadi pemandangan umum di jalan-jalan di kota London.
Beberapa wanita mengatakan bahwa mereka telah dipaksa mengenakan burqa
untuk menyembunyikan kekerasan yang telah dilakukan para ayah dan saudara
laki-laki mereka terhadap mereka. Para wanita dan gadis-gadis dipukuli karena
mereka tidak mau menikah, dan karena menginginkan sedikit kebebasan untuk
masuk perguruan tinggi, adalah alasan diantara hal-hal lainnya. Tidak semua
wanita yang mengenakan burqa berjalan dengan luka-luka di tubuh mereka, tapi
ada yang demikian. Yang menjadi tragedi adalah sulit sekali melihat tandatandanya.
Burqa adalah perlawanan garis depan kaum puritan Muslim yang
percaya bahwa wanita adalah penggoda yang berbahaya dan karena itu harus
disembunyikan dari pandangan mata.167
165 Janice Turner, “What must Iran Make of this Free Woman”, The Times, March 31, 2007.
166 Frances Childs, “A Lesson in Common Sense”, Daily Mail, march 22, 2007, p.65.
167 Yasmin Alibhai-Brown, “The Brutal Truth that Hides Inside the Burka”, Evening Standard.
80
Ali-Brown menulis “Burqa menurunkan derajat manusia. Mengapa wanita
membela kemunduran ini? Ketika saya mencoba berbicara pada para wanita yang
berkerudung di jalanan mereka hanya menatap saya dengan kebisuan. Di sebuah
rumah makan Kebab di Southall minggu lalu, seorang wanita dengan burqa duduk
disana dengan pasif saat keluarganya sedang makan - ia tidak dapat memasukkan
makanan ke dalam mulutnya sendiri”.168
Burqa bertentangan dengan prinsip otonomi individu dan kesetaraan jender. Di
Afghanistan dan Iran para wanita memerangi penggunaannya karena burqa
dikenal sebagai sebuah simbol penindasan. Simbol penindasan ini di negaranegara
Islam telah menjadi simbol penindasan di Inggris.
168 Yasmin Alibhai-Brown, “Is it Time the Burka was banned in Britain”, The Week, Jan 7, 2006, p.36-7.

No comments:

Post a Comment